Jumat, 05 Desember 2014

Menyatukan “Pelangi” Nusantara dengan Multikuturalisme




Pelangi. Tidak ada yang menafikan keindahannya. Sebuah jembatan yang menjadi jalan bagi para bidadari kahyangan untuk melakukan perjalanan ke bumi, pun sebaliknya. Jembatan semu yang tercipta dari bias sisa air hujan yang terkena cahaya matahari. Terdiri dari beberapa warna yang berbeda, bersatu dalam satu arah yang sama. Saling melengkapi dan tak pernah mencoba memenangkan diri sendiri mendominasi jembatan ini dengan hanya satu warna saja. Karena dari kombinasi yang indah dari warna yang berbeda-beda itulah kemudian pelangi ditasbihkan menjadi jalan bagi para bidadari yang juga tanda dari sebuah keindahan yang tinggi.
Seandainya segala macam warna-warni keberagaman di Indonesia dapat saling memahami peran masing-masing dan saling menjaga satu sama lain sebagaimana pelangi, betapa akan menjadi indah Indonesia. Dengan beribu kebudayaan yang hidup didalamnya, berkembang dan saling menegaskan perannya masing-masing menciptakan kebudayaan nasional yang benar-benar Bineka Tunggal Ika – bukan sekedar semboyan saja.
Sebagai negara dan bangsa yang lahir dari keberagaman suku, ras, agama dan budaya seharusnya Indonesia telah terbiasa dengan segala bentuk perbedaan. Sehingga sudah semakin dewasa dalam menghadapi konflik dan benturan yang ada. Namun senyatanya, meskipun lahir dan berkembang dalam keberagaman, konflik dan benturan yang berujung pada kekerasan masih sangat sering terjadi di Indonesia. Baik pemerintah maupun masyarakat ternyata belum mampu menemukan konsep yang cocok dengan keberagaman di Indonesia, meskipun keberagaman telah ada sebelum negara ini lahir.

Sebelum Indonesia lahir, keanekaragaman telah hidup terlebih dahulu didalam masyarakat Nusantara. Indonesia terlahir didalam keanekaragaman yang telah beribu-ribu tahun tumbuh dan berkembang. Melahirkan berbagai bentuk masyarakat dan kebudayaan dalam masyarakat Indonesia. Namun keberagaman tersebut kemudian memunculkan konflik karena adanya benturan dengan kebudayaan, faham, ras, serta agama yang lain yang berbeda.
Keberagaman yang idealnya berjalan bersama dan membentuk sebuah masysarakat yang bersatu dalam perbedaan sebagaimana pelangi tidak dapat terrealisasikan dengan baik. Karena masih tumbuh dan kuatnya keinginan untuk mendominasi dan mendiskreditkan yang lain. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat yang penuh dengan keberagaman ini belum dibarengi dengan kefamaham mengenai multikulturalisme dalam masyarakatnya.
Koentjoroningrat (1982: 345-346) pernah mengungkapkan mengenai lima masalah integrasi nasional yakni; masalah mempersatukan aneka warna suku bangsa, masalah kebudayaan nasional, masalah antar-umat beragama, hubungan mayoritas-minoritas, serta masalah integrasi kebudayaan dan sub-kebudayaan yang ada di Papua. Mukhlas (2011: 202) menambahkan dua masalah lagi yang menjadi masalah keberagaman di Indonesia; masalah ekonomi dan keadilan serta masalah hukum adat dan hukum nasional. Berbagai masalah tersebut telah terbukti dengan terjadinya kasus syiah di sampang, kasus Madura dan dayak, serta kasus penerapan hukum islam di Aceh.
Multikulturalisme memiliki peran dalam pengintegrasian keberagaman di Indonesia yang merupakan Negara dan Bangsa yang memiliki berbagai macam budaya yang hidup di dalamnya. Multikulturalisme merupakan sebuah paham yang meyakini adanya berbagai perbedaan yang berdampingan dengan mengesampingkan identitas territorial dan serta batas-batas kebudayaan. Multikulturalisme menegaskan kesetaraan kebudayaan, nilai, agama dan ras dalam perbedaan.
Setiap kebudayaan, memiliki hak yang sama dalam berekspresi dan menunjukkan eksistensinya dalam tatanan kehidupan keberagaman. Semua memiliki kesetraan yang sama dan ruang yang sama dalam keberagaman tanpa ada diskriminasi terhadap mereka yang minoritas dan tidak ada kuasa atas mayoritas melebihi yang minorotas. Multikilturalisme ingin memberikan kesadaran kepada seluruh anggota dalam keberagaman agar menghargai dan mengakui segala perbedaan dan bahwa mereka memiliki kesempatan dan ruang yang sama. Mayoritas menerima dan memberikan ruang bagi minoritas untuk menunjukan eksistensi dan nialai-nilai budayanya. Bersaan dengannya, baik pihak mayoritas maupun minoritas berdampingan dalam mengembangkan kebudayaannya, berdiri bersama dalam kerukunan. Namun tetap menghargai batas masing-masing budaya tanpa ikut campur dan niatan mengkebiri salah satu dari keberagaman yang ada.
Salah satu faktor yang menjadi penghalang timbulnya kesadaran akan nilai-nilai multiklturalisme dalam khazanah kebudayaan Indonesia adalah tingginya kebanggaan terhadap budaya lokal dengan mengesampingkan dan menafikan kebudayaan daerah lain. Primordialisme. Kebanyakan masyarakat Indonesia masih sangat memegang primordialisme dengan kuat dan selalu ingin menunjukkan diri sebagai pemilik kebudayaan paling baik dibandingkan kebudayaan lain yang ada.
Kebanggaan buta yang diikuti dengan tindakan yang merendahkan kebudayaan lain kemudian memicu munculnya benturan-benturan yang lebih sering diselesaikan melalui perlawanan fisik. Begitupula dalam keberagaman agama di Indonesia. Pandangan radikal mengenai kebenaran salah satu faham dibandingkan faham lain yang memicu saling mengagungkan faham masing-masing. Mengesampingkan nilai-nilai toleransi, menghargai dan kesetaraan dalam keberagaman.
Multikulturalisme mengajak kita untuk saling mengahargai, mengakui eksistensi dari berbagai keberagaman dan kesetaraan dari masing-masing budaya, suku, ras dan agama. Multikulturalisme memberikan pemahaman agar semua jenis keberagaman dapat bersatu dan saling mendukung keberadaannya sebagaimana pelangi yang menyatu dalam perbedaan dan membentuk kehidupan dalam kebersamaan yang indah.
Namun juga harus disadari dengan jelas bahwa tidak mungkin multikulturalisme dapat berdiri sendiri dalam membentuk suatu masyarakat dalam keberagaman (plural society) tanpa dukungan dari elemen-elemen lain seperti penegakan hukum, HAM, sosial-emonimi, demokrasi, serta penegakan keadilan. Segala komponen ini harus saling bersinergi dalam menciptakan suasana multikulturalsime dan memberikan hak serta keadilan yang sama baik bagi mayoritas maupun minoritas. Semua itu membutuhkan kerjasama bukan saja dari pemerintah namun juga masyarakat sendiri. Seluruh elemen budaya dan keberagaman yang ada harus mulai menyadari pentingnya multikulturalisme dan bersama-sama menyebarkan multikulturalisme untuk menciptakan sebuah jembatan yang indah bagi kehidupan yang memberikan kedamaian dan keadilan bagi seluruh masyarakat.
 
*Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Dan Koordinator Devisi Perusahaan LPM Solidaritas UIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan anda dan kami tunggu komentarnya

 

Blogger news

Blogroll