Jumat, 12 April 2013

OBATI “KANKER” DENGAN KUNKER

 Oleh : M. Fathur Rohman*

Belakangan, kabar mengenai program kunker (Kunjungan Kerja) para wakil rakyat sering sekali muncul di media. Dari mulai Kunker tarif Nasional sampai tarif Internasional. Kunker selama ini memang menjadi program kesukaan para wakil rakyat, baik DPR maupun DPRD. Betapa tidak, program kunker memberikan jaminan bagi mereka untuk bisa berkunjung ke berbagai daerah dan negara. Hitung-hitung mendapatkan tamasya gratis dan terjamin.
Banyak alasan mengapa perlu dilakukannya kunker dan mengapa DPR/DPRD lebih memilih kunker sebagai program favorit selain program pencarian proyek. Betapa tidak, seperti halnya yang terjadi di DPRD Gresik, dimana mereka memaksakan untuk mengadakan kunker setiap satu minggu sekali dalam satu bulan. Juga rencana kunker DPR ke empat negara eropa dalam rangka perumusan RUU santet dan kumpul kebo.
Kunker memang perlu dilakukan untuk perbaikan program pembangunan suatu daerah atau untuk membuat suatu kebijakan. Dengan membuka diri untuk belajar dan melakukan perbandingan kebijakan dengan daerah atau negara lain, ini bermafaat untuk menambah data dan informasi mengenai bagaimana pemerintahan yang baik dan bagaimana pelaksanaan pembangunan agar menjadi lebih efektif.
Tidak dipungkiri memang bahwa kunker adalah program yang penting dan memang perlu, tetapi harus untuk dilakukan. Kunker adalah ajang untuk melakukan studi banding kebijakan dan pencarian data untuk pembuaatan peraturan maupun kebijakan yang sesuai. Ini sangat bermanfaat terlebih jika kita melakukan kunjungan ke daerah yang telah sukses melakukan gebrakan baru, atau telah berhasil mewujudkan prestasi tertentu, misalnya berhasil menjadi profinsi teraman dengan tingkat kriminalitas rendah dan toleransi tinggi karena kebijakan pemerintah yang tepat dan efektif, atau ketika suatu daerah tertentu telah dengan sukses mewujudkan pendidikan berkarakter di masyarakatnya dan tingkat kualitas pendidikannya tinggi.
Jika ada daerah-daerah yang telah berhasil mewujudkan hal seperti di atas akan sangat bagus sekali jika menjadi lokasi tujuan kunker. Membandingkan efisiensi kebijakan pemerintah dan dampaknya kepada masyarakat, membandingkan kondisi masyarakat di tempat kunker dengan daerah asal pelaksana untuk menemukan rancangan kebijakan yang sesuai dan dapat diterapkan di masyarakat tempat asal. Kunker memang seharusnya kembali diorientasikan kepada masyarakat, karena bagaimanapun juga masyarakatlah yang nantinya akan terkena imbas dari kebijakan dan pelaksana aktif dari pada kebijakan yang dibuat pemerintah. Baik pusat maupun daerah.
Dengan begitu, sebenarnya sebelum mengagendakan untuk melaksanakan kunker, seharusnya pemerintah terlebih dahulu melakukan survey langsung ke masyarakat untuk mengetahui seperti apa dan bagaimana jenis dan kriteria masyarakatnya. Hal ini penting dilakukan karena bagaimanpun juga tujuan dan implikasi dari kunker dan kebijakan adalah juga masayarakat daerah itu sendiri. Karena setiap daerah sekarang telah memiliki otonomi, yang berarti kemajuan dan kemunduran daerah tersebut tergantung bagaimana pemerintah dapat menjadi fasilitator yang baik dalam mengembnagkan dan menjadi partner dari masyarakat. Bukannya menjadi pengeruk uang rakyat dengan korupsi.
Selama ini, pemerintah terlalu fokus melihat kelebihan-kelebihan orang lain, sehingga dengan tanpa sadar mengabaikan potensi daerahny sendiri. Layaknya pepatah Rumput Tetangga selalu lebih hijau. Seperti masalah RUU Kumpul kebo dan santet. Mereka melihat bahwa di eropa mereka telah dinilai berhasil dan efektif dalam menangani masalah sihir sehingga merasa perlu berkunjung dan studi di sana untuk keperluan perancangan RUU santet yang dianalogikan dengan sihir. Tetapi pemerintah lupa, bahwa santet ini adalah produk lokal asli Indonesia dan berbeda dengan sihir yang ada di eropa atau negara lainnya.
Jika santet disamakan dengan sihir, maka apa definisi dari santet yang akan dilarang ini? Hal itu masih belum jelas. Karena, santet hanyalah bagian dari pada sihir. Santet adalah sihir, tetapi sihir tidak selalu santet. Di Indonesia, sihir sendiri sudah ada sejak dahulu. Karena sihir merupakan bagian dari kebudayaan dan adat masyarakat di Indonesia yang mengalir dalam berbagai bentuk seperti tembang, tarian, musik dan lain sebagainya.
Hal ini yang dilupakan oleh pemerintah. Bahwa objek tujuan dari pada kunker mereka itu ada di Indonesia, lahir, hidup dan berkembang di Indonesia. Betapa lebih efektif dan tepat sasaran jika pemerintah melakukan kunker ke daerah-daerah Indonesia sendiri dengan tujuan pusat-pusat kebudayaan yang menjadi tempat lahirnya santet itu sendiri.
Dari sisi lain, kunker yang dilakukan pemerintah selama ini telah menghabiskan dana yang tidaklah sedikit. Seperti perkiraan anggaran kunker DPR ke empat Negara Eropa yang menghabiskan dana berkisar 6 miliar rupiah. Nominal tersebut tidaklah kecil, bahkan sangat besar dan dengan hasil yang juga masih meragukan. Ini seperti bermain judi. Kita mempertaruhkan sekian miliar uang yang sebenarnya bisa digunakan untuk mengurangi tingkat kemiskinan rakyat atau meningkatkan mutu pendidikan yang masih kacau dengan hasil kunker yang juga belum tentu hasilnya akan sesuai dengan masyarakat dan kondisi di Indonesia. Perjudian yang sangat lemah.
Kunker itu memang penting, ketika tujuan dari kunjungan itu sendiri jelas dan memang masih baru atau belum mampu mencari penyelesaian sendiri untuk memberikan kebijakan yang mampu membawa perubahan. Tetapi juga jangan sampai kunker yang telah dilaksanakan hanya menjadi sekedar formalitas kerja saja. Dengan artian bahwa setelah kunker, pemerintah tidak melakukan follow up dari pada kunker tersebut dan tetap saja tidak membawa perubahan yang berarti dalam peningkatan kualitas daerah maupun bidang yang dituju. Harga untuk kunker itu cukup mahal hanya untuk sekedar membiayai pemerintah jalan-jalan saja.
Kunker memang mejadi favorit bagi para DPR/DPRD karena mereka mendapat kesempatan untuk berkunjung ke daerah atau negara lain untuk melakukan perbandingan dan mendapat pengetahuan baru untuk pengembangan dan pemajuan daerahnya atau untuk membuat kebijakan baru bagi Negara. Tetapi karena lemahnya pengawasan atau tidak adanya pengawasan karena tidak ada yang mempunyai fungsi pengawasan selain DPR, kunker lebih sering hanya menjadi ajang berlibur dan menjadi obat mujarab penyakit Kanker (Kantong kering) bagi para DPR/DPRD.

*Pengamat politik dari Jurusan Siyasah Jinayah Fakultas Syariah dan Aktifis Aliansi Mahasiswa BidikMisi IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan anda dan kami tunggu komentarnya

 

Blogger news

Blogroll