Rabu, 17 April 2013

IDEOLOGI SEMU MAHASISWA DAN AKTUALISASI KEMBALI PENDIDIKAN KRITIS



Oleh : M. Fathur Rohman*
Mahasiswa sebagai salah satu komponen penting dalam sejarah perubahan Indonesia dari rezim ke rezim, selama ini telah membuktikan eksistensi dan kekuatannya melalui aktualisasi idialisme dan critical tinking-nya. Mulai dari keberhasilan menurunkan rezim orlam (Orde Lama), rezim orba (Orde Baru) dan akhirnya melahirkan reformasi hasil dari perjuangan dan kekuatan idealisme mahasiswa untuk lepas dari penderitaan dan menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal. Kehidupan yang benar-benar dapat memberikan kemakmuran dan keadilan di segala bidang.
Idealisme adalah kekuatan yang sangat besar dan memiliki pengaruh yang besar pula bagi pemikiran dan kehidupan seseorang maupun kelompok. Karena idealisme selalu menjadi keyakinan ideal yang diyakini keampuhannya dan kebenarannya dalam melihat sesuatu permasalahan. Mahasiswa yang menjadi bagian dari sub kemasyarakatan tersendiri yang telah mengenyam pendidikan dan melek terhadap politik, seyogyanya akan melakukan pemikiran kritis terhadap segala fenomena masyarakat. Dalam melakukan pemikiran yang kritis ini, ada standar ideal yang menjadi dasar pemikiran yang kemudian melahirkan pandangan ideal atau teori mereka sendiri. Dan inilah idealisme. Yang kemudian memengaruhi cara fikir dan cara pandang dalam menghadapi permasalahan yang terjadi.
Pemikiran ideal yang menjadi keyakinan. Dahulu, masa kekuasaan orde baru mahasiswa mulai kritis menanggapi setiap fenomena kemasyarakatan yang terjadi. Di sana mereka menemukan kesenjangan yang terjadi antara pemikiran ideal mereka akan kehidupan rakyat dengan realita yang terjadi. Dari sini mereka mulai jengah dan kemudian memperjuangkan idealisme mereka yang terus terkungkung dan tak pernah terwujud karena interfensi penguasa. Tanpa perjuangan dan idealiksme yang kokoh serta benar-benar di yakini, mustahil reformasi akan tercipta. Betapa tidak, perjuangan yang dilakukan mahasiswa tidaklah mudah dan bukan tanpa darah. Idealisme yang diikuti semangat kaum muda yang sangat dinamis menjadi kekuatan tersendiri bagi para mahasiswa sampai mereka dapat mewujudkan reformasi dan membawa Bangsa dan Negara pada pintu gerbang harapan masa depan yang lebih baik.
Tetapi sayangnya, perjuangan dan idealisme mahasiswa yang begitu besar seakan turut menghilang bersama bentuk formal rezim orba – meskipun bentuk mental-mental orba masih sangat jelas terlihat di pemerintahan kita. Semua perjuangan yang telah dilakukan untuk terciptanya reformasi berhenti begitu saja dan terkesan reformasi setengah hati. Slogan mengenai good government terus dikumandangkan, tetapi praktik korupsi, nepotisme dan kebobrokan lainnya masih etap diperagakan. Rezim Soeharto diruntuhkan tetapi kemudian rezim-rezim baru tumbuh dengan berbagai topeng dan dalihnya. Mahasiswa pun yang disebut sebagai agent of change, iron stock, agent of control menyusul prestasi dan idealisme dalam mengungkapkan permasalahan dan mampu memberikan trobosan, kini lebih memilih apatis dan puas dengan semua sejarah masa lalunya tanpa mau berusaha untuk benar-benar menjadi.
Jika melihat gagasan Paulo Freire mengenai tiga tipe pendidikan yaitu pendidikan magis, pendidikan naif dan pendidikan kritis. Maka kehidupan mahasiswa sekarang mengalami kemunduran yang sangat drastif bersamaan dengan kebebasan dan reformasi yang sudah dilahirkannya. Mahasiswa menilai reformasi yang selama ini menjadi mimpi ideal mereka telah tercapai sehingga tugas dan perjuangan mereka turut selesai bersamaan dengannya. Tetapi mereka melupakan pengawasan dan pengawalan reformasi agar tetap sejalan dengan reformasi ideal yang diimpika. Alih-alih mengawal reformasi, mahasiswa sekarang nyaman dengan bersikap apatis, pragmatis dan hedonis yang disebutnya sebagai mahasiswa akademis. Sayangnya sikap yang mereka sebut akademis itu pun tak menunjukkan prestasi yang menonjol dan hany sekedar formalitas saja, sejalan dengan status mereka sebagai mahasiswa yang hanya formalitas untuk mendapatkan gelar sarjana dan kemudian mencari kerja.
Jangankan mengharapka peran dan fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan, untuk merubah sikap mahasiswa sendiri saja sangat meragukan. Di sinilah kemudian mahasiswa mengalami kemunduran. Pada masa orde baru, masyarakat dan mahasiswa berada dalam ranah pendidikan magis, dimana masyarakat diperbudak penguasa, mengalami penderitaan dari sikap otoriter penguasa dan tidak dapat melakukan apa-apa. Semua aspek kehidupan diinterfensi dan diatur pemerintah. Tak ada kebebasan dan hanya menerima. Kemudian setelah itu berkembanglah pendidikan naif. Dimana masyarakat, mahasiswa tahu akan adanya ketidak benaran dalam kehidupan mereka dan carut marutnya pemerintahan yang jauh dari kehupan ideal. Mereka tahu akan apa yang terjadi dan membuat mereka terkekang dan dibatasi. Namun, mereka bersikap apatis dan membiarkan begitu saja semuanya terjadi. Mereka menikmati semuanya dan membiarkan semua semakin kacau.
Dan pada akhirnya mahasiswa masuk pada ranah pendidikan kritis. Dimana mereka mulai sadar dan mulai peduli terhadap semua permasalahan yang terjadi dan melakukan analisis kritis. Mahasiswa mulai membentuk sebuah cara berfikir yang kritis dan membuat sebuah pandangan ideal yang kemudian mereka bandingkan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Apakah ada penindasan, ketidakadilan kecurangan dari penguasa sehingga kenyataan yang terjadi begitu kontras denga pemikiran ideal mereka. Dengan tumbuhnya pendidikan kritis ini terbentuklah idealisme mahasiswa dan kepekaan terhadap setiap fenomena yang terjadi. Hal ini kemudian menjadikan mahasiswa sadar dan memperjuangkan kehidupan mereka dan rakyat untuk tidak lagi tertindas oleh golongan penguasa dan menciptaka kehidupan yang benar-benar makmur dan berkerakyatan sesuai dengan idealisme mereka. Dari pendidikan kritis dan perjuangan mahasiswa maka terciptalah Reformasi Negara Indonesia yang mereka impikan.
Reformasi menjadi buah keberhasilan bagi mahasiswa tetapi juga menjadi jurang tersendiri bagi mereka. Karena sejalan dengan bertambahnya pengaruh mereka dalam masyarakat dan pemerintahan, mahasiswa sering menggadaikan idealisme mereka hanya untuk turut dalam politik birokrasi. Bukan untuk kemudian memperbaiki perpolitikan Negeri ini tetapi malah terjerumus dan melakukan apa yang dulunya mereka tentang ketika masih mahasiswa. Orde baru berahir, berahir pula lah idealisme mahasiswa –dalam arti sesungguhnya.
Idealisme mahasiswa dewasa ini benar-benar meprihatinkan. Kata idealisme mereka perkosa habis-habisan. Alih-alih menjadi mahasiswa yang memiliki idealisme, idealisme tersebut berhenti pada tataran perdebatan-perdebatan antar golongan dan tanpa benar-benar dijiwai dan dilaksanakan. Idealisme mahasiswa hanya menjadi label yang semu. Idealisme hanya berhenti pada pertarungan antar golongan-golongan yang ada di kampus. Hanya untuk saling mengalahkan tanpa ada implikasi dan aktualisasi yang jelas.
Mahasiswa yang dulu ditakuti karena idealismenya yang kaut dan pemikiran kritisnya kini semakin ditumpulkan oleh pihak-pihak penguasa. Mereka dijinakkan dan kembali menjadi mahasiswa yang berpendidikan naif. Belum terlihat lagi fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan dan agen kontrol pemrintah yang melakukan check and balance terhadap setiap kebijakan pemerintah. Sejauh ini mahaiswa lebih terlihat latah dan sebatas simbolis disetiap aksinya. Demonstarsi yang dulu menjadi senjata andalan mahasiswa, kini bisa kita lihat hany seperti arak-arakan pawai peringatan hari-hari tertentu. Seperti hari pahlawan, hari buruh, dimana demonstrasi mahasiswa hanya sebagai bentuk simbolis tanpa memiliki jiwa seperti dulu.
Penghidupan ‘kembali’ pendidikan kritis di kalngan mahasiswa sangat penting untuk dilakukan. Jika tidak ingin semua carut-marut yang terjadi tidak semakin berkelanjutan. Kenapa harus mahasiswa? Karena mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Dengan jiwa, pemikiran dan semangat yang sangat dinamis dan menyala serta idealisme yang kuat di tambah dengan ilmu pengetahuan yang mumpuni, mahasiswa adalah harapan Bangsa dan Negara untuk dapat menciptaka kehidupan yang lebih baik dan ideal, bebas dari korupsi dan segala bentuk kecurangan.
Mahasiswa memiliki posisi strategis dalam menentukan keberlangsungan Bnagsa dan Negara. Apakah Negara akan tetap dalam kekacauannya atau bahkan lebih buruk, atau mengentaskannya dari keterpurukan dan benar-benar merealisasikan cita-cita reformasi yang masih hanya mimpi. Disinilah maka perlu dan pentingnya pengambangan pendidikan kritis dan penanaman idealisme yang kuat dalam diri mahasiswa. Tanpa hal tersebut, bukan tidak mungkin ketidak jujuran dan semua kecurangan pemerintahan yang selama ini terjadi akan berlanjut. Karena pun telah terbukti bagaimana aktifis-aktifis baik yang menggulingkan orlam maupun orba kemudian menjadi penerus dari oknum yang mereka gulingkan.

*Penulis adalah mahasiswa jurusan siyasah jinayah semester IV fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan anda dan kami tunggu komentarnya

 

Blogger news

Blogroll