Oleh : M. Fathur Rohman*
Mahasiswa
sebagai salah satu komponen penting dalam sejarah perubahan Indonesia dari
rezim ke rezim, selama ini telah membuktikan eksistensi dan kekuatannya melalui
aktualisasi idialisme dan critical
tinking-nya. Mulai dari keberhasilan menurunkan rezim orlam (Orde Lama),
rezim orba (Orde Baru) dan akhirnya melahirkan reformasi hasil dari perjuangan
dan kekuatan idealisme mahasiswa untuk lepas dari penderitaan dan menciptakan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal. Kehidupan yang benar-benar dapat
memberikan kemakmuran dan keadilan di segala bidang.
Idealisme
adalah kekuatan yang sangat besar dan memiliki pengaruh yang besar pula bagi
pemikiran dan kehidupan seseorang maupun kelompok. Karena idealisme selalu
menjadi keyakinan ideal yang diyakini keampuhannya dan kebenarannya dalam
melihat sesuatu permasalahan. Mahasiswa yang menjadi bagian dari sub
kemasyarakatan tersendiri yang telah mengenyam pendidikan dan melek terhadap
politik, seyogyanya akan melakukan pemikiran kritis terhadap segala fenomena
masyarakat. Dalam melakukan pemikiran yang kritis ini, ada standar ideal yang
menjadi dasar pemikiran yang kemudian melahirkan pandangan ideal atau teori
mereka sendiri. Dan inilah idealisme. Yang kemudian memengaruhi cara fikir dan
cara pandang dalam menghadapi permasalahan yang terjadi.
Pemikiran
ideal yang menjadi keyakinan. Dahulu, masa kekuasaan orde baru mahasiswa mulai
kritis menanggapi setiap fenomena kemasyarakatan yang terjadi. Di sana mereka
menemukan kesenjangan yang terjadi antara pemikiran ideal mereka akan kehidupan
rakyat dengan realita yang terjadi. Dari sini mereka mulai jengah dan kemudian
memperjuangkan idealisme mereka yang terus terkungkung dan tak pernah terwujud
karena interfensi penguasa. Tanpa perjuangan dan idealiksme yang kokoh serta
benar-benar di yakini, mustahil reformasi akan tercipta. Betapa tidak,
perjuangan yang dilakukan mahasiswa tidaklah mudah dan bukan tanpa darah.
Idealisme yang diikuti semangat kaum muda yang sangat dinamis menjadi kekuatan
tersendiri bagi para mahasiswa sampai mereka dapat mewujudkan reformasi dan
membawa Bangsa dan Negara pada pintu gerbang harapan masa depan yang lebih
baik.
Tetapi
sayangnya, perjuangan dan idealisme mahasiswa yang begitu besar seakan turut
menghilang bersama bentuk formal rezim orba – meskipun bentuk mental-mental
orba masih sangat jelas terlihat di pemerintahan kita. Semua perjuangan yang
telah dilakukan untuk terciptanya reformasi berhenti begitu saja dan terkesan
reformasi setengah hati. Slogan mengenai good
government terus dikumandangkan, tetapi praktik korupsi, nepotisme dan
kebobrokan lainnya masih etap diperagakan. Rezim Soeharto diruntuhkan tetapi
kemudian rezim-rezim baru tumbuh dengan berbagai topeng dan dalihnya. Mahasiswa
pun yang disebut sebagai agent of change,
iron stock, agent of control menyusul prestasi dan idealisme dalam
mengungkapkan permasalahan dan mampu memberikan trobosan, kini lebih memilih
apatis dan puas dengan semua sejarah masa lalunya tanpa mau berusaha untuk
benar-benar menjadi.
Jika
melihat gagasan Paulo Freire mengenai tiga tipe pendidikan yaitu pendidikan
magis, pendidikan naif dan pendidikan kritis. Maka kehidupan mahasiswa sekarang
mengalami kemunduran yang sangat drastif bersamaan dengan kebebasan dan
reformasi yang sudah dilahirkannya. Mahasiswa menilai reformasi yang selama ini
menjadi mimpi ideal mereka telah tercapai sehingga tugas dan perjuangan mereka
turut selesai bersamaan dengannya. Tetapi mereka melupakan pengawasan dan
pengawalan reformasi agar tetap sejalan dengan reformasi ideal yang diimpika.
Alih-alih mengawal reformasi, mahasiswa sekarang nyaman dengan bersikap apatis,
pragmatis dan hedonis yang disebutnya sebagai mahasiswa akademis. Sayangnya
sikap yang mereka sebut akademis itu pun tak menunjukkan prestasi yang menonjol
dan hany sekedar formalitas saja, sejalan dengan status mereka sebagai
mahasiswa yang hanya formalitas untuk mendapatkan gelar sarjana dan kemudian
mencari kerja.
Jangankan
mengharapka peran dan fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan, untuk merubah
sikap mahasiswa sendiri saja sangat meragukan. Di sinilah kemudian mahasiswa
mengalami kemunduran. Pada masa orde baru, masyarakat dan mahasiswa berada
dalam ranah pendidikan magis, dimana masyarakat diperbudak penguasa, mengalami
penderitaan dari sikap otoriter penguasa dan tidak dapat melakukan apa-apa.
Semua aspek kehidupan diinterfensi dan diatur pemerintah. Tak ada kebebasan dan
hanya menerima. Kemudian setelah itu berkembanglah pendidikan naif. Dimana
masyarakat, mahasiswa tahu akan adanya ketidak benaran dalam kehidupan mereka dan
carut marutnya pemerintahan yang jauh dari kehupan ideal. Mereka tahu akan apa
yang terjadi dan membuat mereka terkekang dan dibatasi. Namun, mereka bersikap
apatis dan membiarkan begitu saja semuanya terjadi. Mereka menikmati semuanya
dan membiarkan semua semakin kacau.
Dan
pada akhirnya mahasiswa masuk pada ranah pendidikan kritis. Dimana mereka mulai
sadar dan mulai peduli terhadap semua permasalahan yang terjadi dan melakukan
analisis kritis. Mahasiswa mulai membentuk sebuah cara berfikir yang kritis dan
membuat sebuah pandangan ideal yang kemudian mereka bandingkan dengan kenyataan
yang terjadi di masyarakat. Apakah ada penindasan, ketidakadilan kecurangan
dari penguasa sehingga kenyataan yang terjadi begitu kontras denga pemikiran
ideal mereka. Dengan tumbuhnya pendidikan kritis ini terbentuklah idealisme
mahasiswa dan kepekaan terhadap setiap fenomena yang terjadi. Hal ini kemudian
menjadikan mahasiswa sadar dan memperjuangkan kehidupan mereka dan rakyat untuk
tidak lagi tertindas oleh golongan penguasa dan menciptaka kehidupan yang
benar-benar makmur dan berkerakyatan sesuai dengan idealisme mereka. Dari
pendidikan kritis dan perjuangan mahasiswa maka terciptalah Reformasi Negara
Indonesia yang mereka impikan.
Reformasi
menjadi buah keberhasilan bagi mahasiswa tetapi juga menjadi jurang tersendiri
bagi mereka. Karena sejalan dengan bertambahnya pengaruh mereka dalam
masyarakat dan pemerintahan, mahasiswa sering menggadaikan idealisme mereka
hanya untuk turut dalam politik birokrasi. Bukan untuk kemudian memperbaiki
perpolitikan Negeri ini tetapi malah terjerumus dan melakukan apa yang dulunya
mereka tentang ketika masih mahasiswa. Orde baru berahir, berahir pula lah
idealisme mahasiswa –dalam arti sesungguhnya.
Idealisme
mahasiswa dewasa ini benar-benar meprihatinkan. Kata idealisme mereka perkosa
habis-habisan. Alih-alih menjadi mahasiswa yang memiliki idealisme, idealisme
tersebut berhenti pada tataran perdebatan-perdebatan antar golongan dan tanpa
benar-benar dijiwai dan dilaksanakan. Idealisme mahasiswa hanya menjadi label
yang semu. Idealisme hanya berhenti pada pertarungan antar golongan-golongan
yang ada di kampus. Hanya untuk saling mengalahkan tanpa ada implikasi dan
aktualisasi yang jelas.
Mahasiswa
yang dulu ditakuti karena idealismenya yang kaut dan pemikiran kritisnya kini
semakin ditumpulkan oleh pihak-pihak penguasa. Mereka dijinakkan dan kembali
menjadi mahasiswa yang berpendidikan naif. Belum terlihat lagi fungsi mahasiswa
sebagai agen perubahan dan agen kontrol pemrintah yang melakukan check and balance terhadap setiap
kebijakan pemerintah. Sejauh ini mahaiswa lebih terlihat latah dan sebatas
simbolis disetiap aksinya. Demonstarsi yang dulu menjadi senjata andalan
mahasiswa, kini bisa kita lihat hany seperti arak-arakan pawai peringatan hari-hari
tertentu. Seperti hari pahlawan, hari buruh, dimana demonstrasi mahasiswa hanya
sebagai bentuk simbolis tanpa memiliki jiwa seperti dulu.
Penghidupan
‘kembali’ pendidikan kritis di kalngan mahasiswa sangat penting untuk
dilakukan. Jika tidak ingin semua carut-marut
yang terjadi tidak semakin berkelanjutan. Kenapa harus mahasiswa? Karena
mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Dengan jiwa,
pemikiran dan semangat yang sangat dinamis dan menyala serta idealisme yang
kuat di tambah dengan ilmu pengetahuan yang mumpuni, mahasiswa adalah harapan
Bangsa dan Negara untuk dapat menciptaka kehidupan yang lebih baik dan ideal,
bebas dari korupsi dan segala bentuk kecurangan.
Mahasiswa
memiliki posisi strategis dalam menentukan keberlangsungan Bnagsa dan Negara.
Apakah Negara akan tetap dalam kekacauannya atau bahkan lebih buruk, atau
mengentaskannya dari keterpurukan dan benar-benar merealisasikan cita-cita
reformasi yang masih hanya mimpi. Disinilah maka perlu dan pentingnya pengambangan
pendidikan kritis dan penanaman idealisme yang kuat dalam diri mahasiswa. Tanpa
hal tersebut, bukan tidak mungkin ketidak jujuran dan semua kecurangan
pemerintahan yang selama ini terjadi akan berlanjut. Karena pun telah terbukti
bagaimana aktifis-aktifis baik yang menggulingkan orlam maupun orba kemudian
menjadi penerus dari oknum yang mereka gulingkan.
*Penulis adalah mahasiswa jurusan
siyasah jinayah semester IV fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan anda dan kami tunggu komentarnya